Rasa
syukur yang dalam saya sampaikan ke hadiran Tuhan Yang Maha Pemurah,
karena berkat kemurahanNya makalah ini dapat kami selesaikan sesuai yang
diharapkan.Dalam makalah ini kami membahas “Analisis Kondisi Fisik Atlet Karate”.
Makalah ini dibuat dalam rangka memperdalam pemahaman tentang Komponen Kondisi Fisik dalam Cabang Olahraga Karate.
Makalah dibuat meliputi tentang Pengertian Karate, Analisa Gerak
Karate, Komponen Kondisi Fisik Pendukung dalam Karate, dan juga Bentuk
Latihan Untuk Menunjang Performa Atlet Karateka.
Demikian ulasan ini saya buat semoga bermanfaat,
PangkalPinang, 12 September 2013
Rangga Pranata
DAN II KARATE-DO
Pendahuluan
Karate
sebagai salah satu cabang olah raga prestasi, tak luput dari
perkembangan IPTEK Olahraga, meski belum bisa dilakukan secara
menyeluruh tentang IPTEK olah raga ini, masih banyaknya kendala yang
ditemui, sebagai contoh misalnya belum meratanya penyebaran IPTEK Olah
raga baik ke tingkat Pengda Forki maupun Perguruan, sehingga masih
banyaknya metode konfensional yang masih terpaku dengan sistem pembinaan
yang tradisional bahkan sangat fanatik dengan sistem yang ortodok .
Sistem
tradisional yang masih kental terasa adalah pada sistem latihan yang
tidak berpegang pada prinsip - prinsip dasar olah raga prestasi dengan
benar. Tidak jarang seorang pelatih ingin menambah porsi latihan anak
didiknya dengan menambah durasi latihan, tanpa memperhatikan kualitas
latihan, intensitas, skill kontrol dan lain-lain, sehingga hasil yang
didapat dari latihan kurang nyata keberhasilannya.
Untuk
itu, dalam makalah ini penulis bermaksud untuk membahas tentang
analisis cabang olahraga karate yang mecakup tentang komponen - komponen
fisik yang mendukung dalam cabang olahraga karate, gerak dominan yang
dilakukan dalam olahraga karate, otot - otot yang terlibat dalam
melakukan gerakan dan juga metode latihan yang akan diterapkan untuk
meningkatkan potensi atlet dalam olahraga tersebut.
A. Pengertian
Karate (空 手 道) adalah seni bela diri yang berasal dari Jepang. Seni bela diri karate dibawa masuk ke Jepang lewat Okinawa. Seni bela diri ini pertama kali disebut "Tote” yang berarti seperti “Tangan China”. Waktu
karate masuk ke Jepang, nasionalisme Jepang pada saat itu sedang
tinggi-tingginya, sehingga Sensei Gichin Funakoshi mengubah kanji
Okinawa (Tote: Tangan China) dalam kanji Jepang menjadi ‘karate’ (Tangan
Kosong) agar lebih mudah diterima oleh masyarakat Jepang. Karate terdiri dari atas dua kanj, yang pertama adalah ‘Kara’ 空 dan berarti ‘kosong’ dan yang kedua, ‘te’ 手, berarti ‘tangan'. Dan jika dua kanji tersebut disatukan maka artinya “tangan kosong” 空手.
Di
negara Jepang, organisasi yang mewadahi olahraga Karate seluruh Jepang
adalah JKA. Adapun organisasi yang mewadahi Karate seluruh dunia adalah
WKF (dulu dikenal dengan nama WUKO - World Union of Karatedo
Organizations). Ada pula ITKF (International Traditional Karate
Federation) yang mewadahi karate tradisional. Adapun fungsi dari JKF dan
WKF adalah terutama untuk meneguhkan Karate yang bersifat "tanpa kontak
langsung", berbeda dengan aliran Kyokushin atau Daidojuku yang "kontak
langsung".
Karate
sendiri masuk ke Indonesia pada tahun 1963 yang dibawa oleh para
mahasiswa Indonesia yang baru pulang dari studi di Jepang. Para
mahasiswa ini kemudian membentuk perkumpulan karate yang bernama
Persatuan Olahraga Karate-Do Indonesia (PORKI). Kini nama PORKI diganti
menjadi FORKI (Federasi Olahraga Karate-Do Indonesia).
Karate
adalah cabang olahraga beladiri dimana bentuk aktivitas geraknya
menggunakan kaki dan tangan seperti pukulan, tangkisan dan tendangan.
Menurut
Zen - Nippon Karatedo Renmei/Japan Karatedo Association (JKA) dan World
Karatedo Federation (WKF), ada empat aliran yang dianggap sebagai gaya
karate yang utama yaitu :
· Shotokan
Shoto adalah nama pena Gichin Funakoshi, Kan dapat diartikan sebagai gedung/bangunan - sehingga shotokan
dapat diterjemahkan sebagai Perguruan Funakoshi. Gichin Funakoshi
merupakan pelopor yang membawa ilmu karate dari Okinawa ke Jepang.
Aliran Shotokan merupakan akumulasi dan standardisasi dari
berbagai perguruan karate di Okinawa yang pernah dipelajari oleh
Funakoshi. Berpegang pada konsep Ichigeki Hissatsu, yaitu satu
gerakan dapat membunuh lawan. Shotokan menggunakan kuda-kuda yang rendah
serta pukulan dan tangkisan yang keras. Gerakan Shotokan cenderung
linear/frontal, sehingga praktisi Shotokan berani langsung beradu
pukulan dan tangkisan dengan lawan.
· Goju - Ryu
Goju
memiliki arti keras-lembut. Aliran ini memadukan teknik keras dan
teknik lembut, dan merupakan salah satu perguruan karate tradisional di
Okinawa yang memiliki sejarah yang panjang. Dengan meningkatnya
popularitas Karate di Jepang (setelah masuknya Shotokan ke
Jepang), aliran Goju ini dibawa ke Jepang oleh Chojun Miyagi. Miyagi
memperbarui banyak teknik-teknik aliran ini menjadi aliran Goju-ryu yang
sekarang, sehingga banyak orang yang menganggap Chojun Miyagi sebagai
pendiri Goju-ryu. Berpegang pada konsep bahwa "dalam pertarungan yang
sesungguhnya, kita harus bisa menerima dan membalas pukulan". Sehinga
Goju-ryu menekankan pada latihan SANCHIN atau pernapasan dasar, agar
para praktisinya dapat memberikan pukulan yang dahsyat dan menerima
pukulan dari lawan tanpa terluka. Goju-ryu menggunakan tangkisan yang
bersifat circular serta senang melakukan pertarungan jarak rapat.
· Shito - Ryu
Aliran
Shito-ryu terkenal dengan keahlian bermain KATA, terbukti dari
banyaknya KATA yang diajarkan di aliran Shito-ryu, yaitu ada 30 sampai
40 KATA, lebih banyak dari aliran lain. Namun yang tercatat di soke/di
Jepang ada 111 kata beserta bunkainya. Sebagai perbandingan, Shotokan
memiliki 25, Wado memiliki 17, Goju memiliki 12 KATA. Dalam pertarungan,
ahli Karate Shito-ryu dapat menyesuaikan diri dengan kondisi, mereka
bisa bertarung seperti Shotokan secara frontal, maupun dengan jarak
rapat seperti Goju.
· Wado - Ryu
Wado-ryu adalah aliran Karate yang unik karena berakar pada seni beladiri Shindo Yoshin-ryu Jujutsu,
sebuah aliran beladiri Jepang yang memiliki teknik kuncian persendian
dan lemparan. Sehingga Wado-ryu selain mengajarkan teknik Karate juga
mengajarkan teknik kuncian persendian dan lemparan/bantingan Jujutsu. Di
dalam pertarungan, ahli Wado - ryu menggunakan prinsip Jujutsu yaitu
tidak mau mengadu tenaga secara frontal, lebih banyak menggunakan
tangkisan yang bersifat mengalir (bukan tangkisan keras), dan
kadang-kadang menggunakan teknik Jujutsu seperti bantingan dan sapuan
kaki untuk menjatuhkan lawan. Akan tetapi, dalam pertandingan FORKI dan
JKF, para praktisi Wado-ryu juga mampu menyesuaikan diri dengan
peraturan yang ada dan bertanding tanpa menggunakan jurus-jurus Jujutsu
tersebut.
Keempat
aliran tersebut diakui sebagai gaya Karate yang utama karena turut
serta dalam pembentukan JKA dan WKF. Namun aliran karate yang terkemuka
di dunia bukan hanya empat gaya di atas itu saja. Beberapa aliran besar
seperti Kyokushin , Shorin-ryu dan Uechi ryu tersebar luas ke berbagai
negara di dunia dan dikenal sebagai aliran Karate yang termasyhur,
walaupun tidak termasuk dalam "4 besar WKF".
Pada
zaman sekarang karate juga dibagi menjadi aliran tradisional dan aliran
olah raga. Aliran tradisional lebih menekankan aspek bela diri dan
teknik tempur sementara aliran olah raga lebih menumpukan teknik-teknik
untuk pertandingan olah raga.
Cabang
Olahraga karate mempertandingkan dua nomor yaitu “Kata” dan “Kumite”.
Nomor Kata adalah nomor yang mempertandingkan pendemonstrasian kemampuan
jurus secara perorang ataupun beregu dalam menguasai ilmu beladiri
karate tradisional dengan harmonisasi gerak yang mencerminkan kekuatan,
kecepatan dan keindahan. Dan Nomor Kumite adalah nomor yang
mempertandingkan kemampuan seseorang dalam pertarungan satu lawan satu.
B. Teknik Dasar Karate
Teknik
- teknik dasar karate terdiri dari gerakan memukul, menendang dan
menangkis dengan pusat perkenaan antara bagian tubuh dengan sasaran
antara lain yaitu kepalan tangan, sisi telapak tangan, ujung telapak
kaki dan sisi telapak kaki.
Teknik dasar karate terbagi tiga yaitu :
1. Kihon,
yaitu latihan teknik-teknik dasar karate seperti teknik memukul,
menendang dan menangkis. Teknik Kihon berupa tendangan dan pukulan saja
(sabuk putih). Bila telah masuk ke sabuk cokelat, diajarkan tehnik
membanting dan dibanting. Dan jika telah masuk sabuk hitam, dianggap
sudah menguasai Kihon. Berikut ini akan dijelaskan teknik - teknik dasar
karate :
a. Gedan Barai (Tangkisan Bawah)
Teknik
tangkisan dengan satu tangan dan merupakan salah satu posisi persiapan
dalam latihan dasar selanjutnya dan biasa digunakan untuk menangkis
serangan berupa tendangan yang mengarah keperut.
Contoh Gambar a.
b. Gyaku Tsuki
Teknik pukulan yang berlawanan arah dengan gerakan kuda – kuda.
Contoh Gambar b.
c. Oi Tsuki
Teknik pukulan lurus kedepan bersamaan dengan gerakan maju / mundur.
Contoh Gambar c.
d. Geri (Tendangan)
Tendangan dalam karate antara lain :
i. Mae Geri
Tendangan lurus kedepan.
ii. Mawashi Geri
Tendangan samping dengan menggunkan kura –kura kaki.
iii. Yoko Geri
Tendangan menyodok dengan menggunakan sisi telapak kaki.
Contoh Gambar d.
2. Kata,
yaitu latihan jurus atau rangkaian dari Kihon (teknik dasar gerakan
karate) yang digabung menjadi satu. Dalam Kata diajarkan cara-cara
bertarung yang baik dan benar. Setiap gerakan dan pernapasan akan
berbeda-beda dalam setiap Kata.
Contoh Gambar Kata
3. Kumite,
yaitu latihan bertarung satu lawan satu atau sparring. Teknik kumite
diajarkan saat memasuki sabuk tingkat lanjut yaitu sabuk biru keatas.
Contoh Gambar Kumite
C. Analisa Gerak
a) Kondisi Fisik Pendukung
Setiap
nomor pertandingan karate harus didukung dengan kondisi fisik yang
prima. Penting nya kondisi fisik bagi karateka saat betanding baik
secara teoritis maupun secara empiris tidak dapat disangkal lagi. Hal
ini sebagaimana dijelaskan oleh Harsono (1988 : 153) bahwa, “Sukses
dalam olahraga sering menuntut keterampilan yang sempurna dari kondisi
fisik dalam meningkatkan prestasi atlet.
Kondisi
fisik dipandang sebagai hal yang fundamental bagi atlet, karena tanpa
dukungan kondisi fisik yang prima maka pencapaian prestasi maksimal akan
sulit terwujud. Karate adalah cabang olahraga dengan gerakan kompleks,
maka dibutuhkan beberapa komponen kondisi fisik. Komponen kondisi fisik
yang dibutuhkan oleh seorang karateka saat bertanding adalah antara lain
:
· Kekuatan (strenght)
Kemampuan dalam mempergunakan otot untuk menerima beban sewaktu bekerja.
· Kecepatan (speed)
Kemampuan seseorang untuk mengerjakan gerakan berkesinambungan dalam bentuk yang sama dengan waktu sesingkat-singkatnya.
· Kelincahan (agility)
Kemampuan seseorang mengubah posisi di area tertentu.
· Daya Tahan (endurance)
Kemampuan
seseorang dalam mempergunakan sistem jantung, paru-paru, dan peredaran
darahnya secara efektif dan efisien untuk menjalankan kerja secara terus
menerus.
· Kelentukan (flexibility)
Efektifitas seseorang dalam menyesuaikan diri untuk segala aktifitas dengan penguluran tubuh yang luas.
· Koordinasi (coordination)
Kemampuan seseorang mengintegrasikan berbagai gerakan yang berbeda kedalam pola gerakan tunggal secara efektif.
· Ketepatan (accuracy)
Kemampuan seseorang untuk mengendalikan gerak-gerak bebas terhadap suatu sasaran.
· Reaksi (reaction)
Kemampuan seseorang untuk segera bertindak secepatnya dalam menanggapi rangsangan yang ditimbulkan lewat indera.
Secara rinci dapat dijelaskan bahwa anggota tubuh yang membutuhkan komponen kondisi fisik adalah sebagai berikut :
ü Punggung
Punggung membutuhkan kekuatan otot, dan daya tahan otot.
ü Lengan
Lengan membutuhkan kekuatan otot, daya tahan otot, kelentukan, dan power.
ü Tungkai
Tungkai membutuhkan kekuatan otot, daya tahan otot, kelincahan, kelentukan dan power.
b) Gerak Dominan (Biomekanik)
Gerakan
karate seperti memukul, menendang, dan menangkis didominasi oleh
gerakan lengan pada saat memukul dan menangkis dan juga tungkai pada
saat menendang, dimana anggota tubuh yang lain berperan sebagai
pendukung gerakan.
c) Gerak Otot
Gerakan menangkis dan memukul melibatkan otot-otot bahu (shoulder complex) dan otot lengan (elbow) diantaranya :
· M. Deltoideus
· M. Coracobrachialis
· M. Triceps Brachii
· M. Anconeus
· M. Subscapularis
· M. Supraspinatus
· M. Infraspinatus
· M. Teres Mayor
· M. Teres Minor
· M. Biceps Brachii
· M. Brachialis
· M. Coracobrachialis
· M. Tricep Brachii
· M. Ekstensor Karpi Radialis Longus
· M. Ekstensor Karpi Radialis Brevis
· M. Ekstensor Karpi Radialis Ulnalis
· M. Digitorum Karpi Radialis
· M. Ekstensor Policis Longus
· M. Pronator Teres
· M. Palmaris Ulnaris
· M. Palmaris Longus
· M. Fleksor Karpi Radialis
· M. Digitorum Profundus
· M. Fleksor Policic Longus
Untuk gerakan menendang otot yang terlibat adalah otot tungkai, antara lain :
· M. Lliopsoas
· M. Gluteus Medius
· M. Pectineus
· M. Gracilis
· M. Adductor Longus et Brevis
· M. Adductor Magnus
· M. Quadriceps Femoris
· M. Biceps Femoris
· M. Semitendinosus
· M. Semimembranosus
· M. Tibialis Anterior
· M. Peroneus Longus et Brevis
· M. Triceps Surae
D. Sistem Energi
Setiap
aktivitas olahraga pasti memerlukan energi. Berikut ini akan dijabarkan
sistem energi yang digunakan dalam cabang olahraga karate.
a) Proses Pembentukan Energi
Dalam
pembentukan energi, terdapat dua macam proses yang dapat ditempuh,
yaitu proses aerobik, proses yang memerlukan oksigen; dan proses
anaerobik, proses yang tidak memerlukan oksigen. Pada proses aerobik
terjadi proses pembakaran yang sempuma. Atom hidrogen dioksidasi menjadi
H2O dan atom karbon dioksidasi menjadi CO2 . Sisa
metabolisme tersebut dikeIuarkan dari tubuh melalui proses pernapasan.
Energi yang diperoIeh dari proses aerobik ini tidak dapat langsung
digunakan otot sebagai sumber energi untuk mengerut. Energi tersebut
dengan proses lebih lanjut digunakan untuk sintesis ATP (adenosine
triphosphate) dan senyawa - senyawa berenergi tinggi yang lain.
Senyawa-senyawa tersebut merupakan senyawa yang dapat menyimpan energi
dalam jumlah yang besar. Proses pemecahannya yang tidak memerIukan
oksigen dengan menghasilkan energi yang besar itu merupakan proses
anaerobik. Energi yang dihasilkan dari pemecahan ATP ini dapat digunakan
sebagai sumber energi untuk mengerut oleh otot. Proses aerobik dan
proses anaerobik tersebut dalam tubuh selalu terjadi bersama-sama dan
berurutan. Hanya berbeda intensitasnya pada jenis dan tahap kerja
tertentu. Pada kerja berat yang hanya berlangsung beberapa detik saja,
dan pada permulaan kerja pada umumnya, proses anaerobik lebih menonjol
dari pada proses aerobik. Pada keadaan kerja tersebut, sistem
kardiopulmonal belum bekerja dengan kapasitas yang diperlukan. Untuk
penyesuaiannya, diperlukan waktu. Dengan demikian oksigen yang tersedia
tidak mencukupi. Maka keperluan akan energi terutama dicukupi dengan
proses anaerobik. Pada keadaan kerja tersebut terdapat “hutang” oksigen.
“Hutang” ini akan dibayar sesudah berhenti bekerja, sehingga orang
sesudah berhenti bekerja masih terengah-engah dan denyut jantungnya
masih cepat. Bila pekerjaan diteruskan dengan taraf kerja yang tetap,
refleks-refleks tubuh akan mengatur fungsi sistem kardiopulmonal untuk
mencukupi jumlah oksigen yang diperlukan, sehingga dicapai kerja
steady-state. Pada kerja steady-state ini jumlah oksigen yang diperlukan
tetap jumlahnya dari waktu ke waktu. Bila taraf kerja ditingkatkan lagi
dengan menambah beban kerja, pada saat ditingkatkan tersebut terjadi
“hutang” oksigen lagi dan kembaIi proses anaerobik lebih menonjoI. Dan
bila taraf kerja dipertahankan lagi pada taraf yang baru ini, akan
terjadi lagi kerja steady-state tetapi pada taraf yang lebih tinggi.
Jumlah oksigen yang diperlukan pada taraf kerja yang lebih tinggi ini
juga lebih besar. Bila taraf kerja dinaikkan secara bertahap demikian
dengan setiap kali menambah beban kerja, suatu saat seluruh kapasitas
sistem kardiopulmonal terpaksa dikerahkan untuk memenuhi keperluan akan
oksigen. Dalam hal demikian berarti kapasitas aerobik maksimal telah
dicapai. Bila beban kerja dinaikkan lagi, tubuh tidak dapat lagi
menambah persediaan oksigen. Maka kembali proses anaerobik akan lebih
menonjol daripada proses aerobik. Taraf kerja demikian tidak boleh
dipertahankan dalam waktu yang cukup lama (beberapa menit) karena
persediaan tenaga dalam tubuh akan habis dan orangnya mengalami
exhaustion. Proses
anaerobik merupakan proses oksidasi yang tidak sempurna, salah satu
sisa metabolisme nya adalah asam laktat. Maka biIa proses anaerobik
meningkat, kadar asam laktat darah juga meningkat.
b) Energi yang Digunakan
Cabang olah raga karate menggunakan energi antara lain :
· ATP - PC dan LA
Pada
sistem ini oksigen dibawa darah masuk ke dalam setiap sel dan di dalam
mitokondria bersama asam pinupat yang diproduksi saat respirasi aerobik.
Hasil akhir dari reaksi tersebut adalah karbondioksida, air, dan energi
yang kemudian disimpan dalam bentuk ATP agar pada saat latihan energi
dapat digunakan.
· ATP - PC
Konferensi
molekul ADP menjadi ATP (dengan pendekatan fosfat yang ketiga). Energi
yang diambil untuk reaksi ini dapat dikatakan disimpan dalam bentuk ATP.
Zat inilah yang dapat dengan mudah disimpan dalam semua sel. Ketika
energi yang dibutuhkan, terjadi reaksi yang mengubah kembali ATP menjadi
ADP, reaksi ini melepaskan energi yang disimpan untuk melakukan
teknik-teknik karate.
· Lactat Acid – Oksigen
Pada
keadaan normal ini dikuti oleh respirasi aerobik yang mengurai asam
laktat tersebut dengan menggunakan oksigen. Penggunaan ini banyak
menghasilkan energi. Pada kondisi abnormal proses tersebut tidak segera
diikuti oleh respirasi aerobik dalam aktivitas jogging menghasilkan asam
laktat yang menyebabkan kram otot dan di sini membutuhkan oksigen lebih
lambat, tetapi asam laktat tetap membentuk secara perlahan.
· Oksigen
Tipe
respirasi internal hanya dapat terjadi bila tersedia oksigen bebas yang
dihirup ke dalam tubuh, melalui respirasi ini sebagian besar makhluk
hidup memperoleh energi yang berlimpah sehingga energi tersebut dapat
digunakan untuk melakukan aktivitas fisik.
c) Penggunaan Energi
Proses Pembentukan Energi
|
Asam Laktat + Glikogen Otot
|
E. Teknik Latihan
Latihan
atau training adalah suatu proses berlatih yang sistematis, yang
dilakukan secara berulang-ulang, dan makin hari makin bertambah
bebannya. Agar hasil latihan menjadi nyata dalam bentuk prestasi,
haruslah berpedoman pada teori serta prinsip yang benar yang sudah
teruji kebenarannya.
ü Prinsip Dasar Latihan
Prinsip-prinsip dasar yang harus dimiliki seorang pelatih diantaranya :
1. Pemanasan (Warming Up)
Pemanasan
Tubuh atau warming up atau pada Olah raga karate sering disebut Taisho,
dilakukan sebelum latihan inti, tujuan dari pemanasan itu sendiri
adalah :
a. Atlet lebih siap secara fisik dan psikis untuk melakukan gerakan – gerakan inti baik dalam bentuk KIHON, KATA maupun KUMITE.
b. Karena secara fisik atau psikis atlet merasa sudah siap, maka karateka lebih sedikit kemungkinan terjadinya cedera.
c. Karateka akan lebih mudah melakukan koordinasi gerakan- gerakkan yang kompleks.
Sistematika
pemanasan tubuh yang baik pada dasarnya sama, tergantung kondisi pada
saat dilapangan artinya situasional. Secara umum pemanasan diawali
dengan stretching atau peregangan atau pemanasan statis, kemudian
diawali dengan pemanasan dinamis dengan cara merenggut-renggutkan atau
menghentak-hentakan bagian tubuh yang hendak kita panaskan sehingga
merangsang otot-otot besar untuk beraktifitas. Sering kali dilanjutkan
dengan joging, atau wind-spint. Tetapi apabila dilapangan kurang pas
dengan sistematika diatas bisa dirubah dengan susunan sebaliknya, tetapi
harus hati - hati karena apabila langsung dikejutkan dengan tugas gerak
yang dihentak, kaget, kecepatan dll, akan cedera yang berakibat fatal.
Tidak
kalah pentingnya adalah pendinginan tubuh atau cooling down, yang
dilakukan pada saat akhir latihan. Cooling down atau pendinginan ini
bertujuan agar tidak terjadi pengendapan asam laktat yang menyebabkan
kekakuan otot, dan kesakitan otot pada keesokan harinya. Pendingin
sangat bertolak belakang sekali dengan pemanasan, karena tidak terjadi
lagi gerakan yang dihentak- hentak tetapi bersifat merileksasikan otot
dan sendi.
2. Latihan Multilateral (Menyeluruh)
Latihan
Mulitilateral adalah memberikan materi latihan secara keseluruhan atau
secara umum bentuk-bentuk teknik yang akan dilatihkan pada satu season
itu. Misalnya seorang pelatih setelah pemanasan memberikan teknik-teknik
KIHON sebelum akhirnya ke latihan inti, baik latihan KATA maupun
latihan KUMITE.
Adapun
prinsip Multilateral ini juga bisa diterapkan pada sistem pembinaan
terhadap seorang atlet. Seorang anak akan lebih baik jika tidak terlalu
dini untuk memilih satu cabang olahraga tertentu , dengan kata lain
berikanlah pengalaman gerak sebanyak- banyaknya kepada seorang anak dari
berbagai cabang olah raga, sebelum difokuskan pada satu cabang olah
raga. Demikian pula dengan seorang Karateka muda usia, idealnya belum
bisa difokuskan untuk memilih satu nomor spesialisasinya (KATA atau
KUMITE).
Untuk
menjadi seorang pemain KATA atau KUMITE, berikanlah pengalaman gerak
sebanyak mungkin tentang teknik KIHON, KATA maupun KUMITE, untuk
kemudian diarahkan kepadanya sesuai dengan kemampuan gerak, postur tubuh
dan yang tidak kalah penting adalah peluang. Disinilah pelatih harus
jeli serta dituntut kesabaran agar tidak tergesa-gesa ingin menuai hasil
dari Karateka binaannya, dalam arti tidak mengharapkan prestasi
prematur sehingga memberikan latihan dengan potong kompas, yang
akibatnya prestasi pada masa golden age tidak tercapai.
3. Latihan Spesialisasi
Spesialisasi
Berbanding terbalik dengan prinsip Multilateral, spesialisasi akan
diberikan kepada seorang Karateka jika menurut pandangan pelatih sudah
cukup untuk diberikan program spesialisasi. Hal mana tujuan Karateka
yang telah dilatih sudah lebih jelas arahnya, yaitu untuk menjadi
seorang pemain Kumite atau untuk menjadi seorang pemain KATA, setelah
melalui fase multilateral yang dianggap cukup.
Penerapan
prinsip spesialisasi pada anak-anak atau karateka muda harus hati-hati
dan dengan pertimbangan yang cerdik serta selalu berpedoman dari
cukupnya prinsip multilateral diterapkan. Spesialisasi juga bisa
diartikan mencurahkan segala kemampuan, baik fisik maupun psikis pada
satu teknik andalan, atau jurus andalan (TOKUI).
4. Beban Lebih (Over Load)
Prinsip
beban lebih atau over load atau, yaitu prinsip latihan yang menekankan
pada pembebanan latihan yang semakin berat. Seorang Karateka harus
selalu berusaha untuk berlatih dengan bebanyang lebih berat dari pada
yang mampu dilakukannya saat itu. Dengan demikian pembebanan yang kian
meningkat akan sejalan dengan kemampuan otot serta sistem dengan fungsi
faal lainya. Setiap bentuk latihan, baik latihan teknik, fisik, taktik,
dan mental harus berpedoman pada prinsip beban lebih ini. Jika beban
latihan terlalu ringan, artinya beban latihan seorang Karateka dibawah
kemampuan sesungguhnya, maka berapa lamapun ia berlatih, betapa sering
pun berlatih, maka prestasinya tidak akan meningkat.
Dengan
kata lain latihan harus bisa menyeluruh bahkan melebihi ambang rangsang
seorang Karateka. Akan tetapi perlu juga di perhatikan agar tidak
timbul cedera dan over training, beban berat tersebut harus berada pada
batas - batas kemampuan atlet untuk mengatasinya. Jika beban terlalu
berat pun perkembangan tidak akan terjadi.
5. Intensitas Latihan
Latihan
dikatakan intensif jika : latihan-latihan yang dilakukan memacu jantung
masuk pada zona latihan. Sebagai tolak ukur menentukan kadar intensitas
latihan, khususnya untuk perkembangan daya tahan kardiovascular, yaitu :
a. Menghitung denyut nadi maksimal (DNM) caranya : 220 –UMUR.
b. Intensitas latihan :
Ø Untuk bukan atlet tentukan intensitas antara 70% - 85% dari DNM.
Ø Untuk atlet 80% - 90% dari DNM.
Ø Untuk Karateka elit biasanya sampai 100% b ahkan 110 %.
c. DNL (Denyut Nadi Latihan) dipertahankan selama 45 – 120 menit.
6. Kualitas Latihan
Kualitas
latihan sebaiknya ditekankan sejak awal sekali latihan. Dengan kata
lain kualitas harus lebih diutamakan dari pada intensitas. Sering kali
latihan sudah intensif, sudah menguras tenaga, bahkan latihan agar
dikatakan intensif maka latihan keras pun dilakukan, hal ini akan kurang
efektif hasilnya jika tidak memperhatikan kualitas latihannya. Beberapa
ciri latihan berkualitas, yaitu :
a. Latihan yang diberikan pelatih benar-benar bermanfat dan sesuai dengan kebutuhan seorang Karateka tersebut.
b. Koreksi
yang tetap dan kontruktif selalu diberikan sesegera mungkin ketika
Karateka melakukan kesalahan teknik. Sehingga kesalahan itu tidak
menjadi ”handicaping habit” atau kebiasaan salah.
c. Berikan pengawasan yang teliti dan lebih detail terhadap suatu teknik yang benar.
7. Variasi Latihan
Latihan
yang dilakukan secara terus menerus, yang dilakukan secara benar, yang
dilakukan pada kurun waktu tertentu, latihan yang dilakukan dengan
intensif dan sungguh - sungguh, seringkali menimbulkan kebosanan
berlatih. Seorang pelatih dituntut untuk lebih jeli menanggapi keadaan
ini. Sehingga tanpa mengurangi tujuan dari satu bentuk latihan, maka
berikanlah latihan tersebut dengan model atau cara yang lain. Beberapa
komponen kondisi fisik terlatih secara bersamaan antara lain daya tahan
umum, kekuatan, koordinasi gerak, kecepatan, serta unsur - unsur lainya.
8. Volume Latihan
Volume
latihan, lebih mendekati pada hal-hal yang berhubungan dengan
banyaknya, lamanya suatu teknik atau latihan fisik itu dilakukan.
Demikian halnya dengan melatih, disini terlihat bahwa volume lebih
berhubungan dengan sesuatu yang dilakukan dengan banyak atau waktu yang
lama. Tetapi tidak berlaku kedua-duanya pada satu season latihan.
ü Metode Latihan
Dalam pelatihan karate ada beberapa metode latihan yang dapat diterapkan antara lain :
1. Metode Latihan Motorik
Yaitu melakukan latihan-latihan teknik dengan cara bergerak sebagaimana teknik karate itu harus dilakukan.
2. Metode Latihan non-Motorik
Yaitu
melakukan latihan –latihan teknik dengan cara tidak bergerak, dengan
kata lain melatih dalam bentuk membayangkan atau memvisualisasikan.
Namun metode ini saja tidaklah cukup jika tidak dibarengi dengan
gerakkan latihan ”motorik”,BMC (Brain Muscle Connection). Nirmotorik
akan berhasil jika kita mampu membayangkan gerakan-gerakan teknik dengan
jelas atau dapat terlihat pada bayangan kita secara nyata, serta kita
dapat mengoperasiakan mengenai gerakan yang dimaksud, dengan demikian
kita bisa memperoleh dimensi kognitif, bisa diambil dari gerakan teknik
yang benar baik video kita sendiri maupun membayangkan teknik yang benar
yang pernah dilihat sebelumnya.
3. Metode Bagian
Yaitu
memberikan tahapan-tahapan dari suatu teknik dengan kata lain
memberikan materi latihan per bagian, yang kemudian diberikan secara
utuh apabila tahapan demi tahapannya telah selesai. Misalnya untuk
melatih tekhnik Mawashi geri, yaitu: tahap pertama karateka disuruh
mengangkat kaki setinggi lutut 3 - 5 x, kemudian putar pinggang 3 – 5 x,
kaki tumpu berputar 90Ɵ, pada posisi kaki masih diatas maka luruskan tungkai dengan perkenaan bola-bola kaki, dst.
4. Metode Menyeluruh
Yaitu
memberikan atau mengajarkan teknik secara utuh. Misalnya untuk teknik
Mawashi geri pelatih memberikan tendangan Mawashi geri secara langsung
hingga perkenaan pada target.
5. Latihan Isolasi
Yaitu
Karateka harus berlatih tanpa disaksikan langsung oleh senpainya atau
senseinya. Maksud dari latihan itu untuk mempersiapkan Karateka agar
mandiri, karena situasi demikian akan ia hadapi pada saat pertandingan.
Latihan demikian sangat penting juga agar seorang Karateka tidak terlalu
bergantung pada pelatih.
6. Latihan Simulasi
Yaitu
memberikan materi latihan dengan permainan seperti pada saat bertanding
seperti diciptakan kondisi sedemikian rupa agar menyerupai pertandingan
sesungguhnya.
F. Bentuk Latihan
Kondisi
fisik atlet memegang peranan yang sangat penting dalam program latihan
nya. Program latuhan kondisi fisik haruslah direncanakan secara baik dam
sistematis dan juga ditujukan untuk meningkatkan kesegaran jasmani dan
kemampuan fungsional dari sistem tubuh sehingga dengan demikian
memungkinkan atlet untuk mencapai prestasi yang lebih baik.
Kontribusi
Komponen Kondisi Fisik Dalam Cabang Olahraga Karate Yang Meliputi
Kecepatan, Kelentukan, Koordinasi Gerak, dan Ketepatan.
Dalam
melakukan latihan - latihan kondisi fisik yang optimal, banyak tekanan
yang harus diberikan pada perkembangan tubuh secara keseluruhan secara
yang secara teratur harus ditambah dalam intensitasnya.
Selanjutnya akan diuraikan bentuk - bentuk latihan untuk meningkatkan kondisi fisik :
· Kekuatan (strenght)
Dalam
cabang olahraga karate ada beberapa anggota tubuh yang memerlukan
kekuatan seperti lengan untuk kekuatan pukulan, tungkai untuk kekuatan
tendangan dan perut untuk menahan serangan lawan yang ditujukan ketubuh
atlet.
Contoh bentuk latihan :
Ø Push Up
Contoh Gambar Push Up
Ø Pull Up
Contoh Gambar Pull Up
Ø Sit Up
Contoh Gambar Sit Up
Ø Squat Jump
Contoh Gambar Squat Jump
Ø Weight Training (Latihan Berbeban)
Contoh Gambar Weight Training.
· Kecepatan (speed)
Dalam cabang olah raga karate dibutuhkan kecepatan untuk menyerang lawan.
Contoh bentuk latihan :
Ø Interval Training
Ø Lari Akselerasi
Ø Uphill dan Downhill
Contoh Gambar Up Hill
· Kelincahan (agility)
Kelincahan dibutuhkan untuk mencari kesempatan menyerang lawan
Contoh bentuk latihan :
Ø Lari Zig - zag
Contoh Gambar Lari Zig – Zag
Ø Lari Boomerang
Contoh Gambar Lari Boomerang
Ø Squat Thrust
Contoh Gambar Squat Thrust
· Daya Tahan (endurance)
Daya tahan membantu atlet untuk menjaga performa dalam bertanding
Contoh bentuk latihan :
Ø Fartlek (Speed Play)
Ø Interval Training
Ø Lari Lintas Alam (Cross - Country)
· Kelentukan (flexibility)
Kelentukan dapat membantu atlet untuk tidak gampang cedera
Contoh bentuk latihan :
Ø Peregangan Dinamis
Contoh Gambar Peregangan Dinamis
Ø Peregangan Statis
Contoh Gambar Peregangan Statis
Ø Peregangan Pasif
Contoh Gambar Peregangan Pasif
· Koordinasi (coordination)
Koordinasi membantu untuk terbiasa dengan gerakan - gerakan yang berbeda agar serangan lebih bervariasi.
Contoh bentuk latihan :
Ø Shadow Fight (Bertarung dengan Bayangan)
Dalam
karate bentuk latihan ini sering dilakukan untuk membiasakan diri
menyerang dan bertahan secara terus menerus dengan membayangkan adanya
lawan.
· Ketepatan (accuracy)
Komponen ini membantu karateka untuk dapat melakukan serangan tepat pada sasaran yang dituju.
Contoh bentuk latihan :
Ø Latihan dengan Sasaran
Contoh Gambar Target Training
· Reaksi (reaction)
Kecepatan reaksi dibutuhkan saat atlet bertahan dan melakukan serangan balik.
Contoh bentuk latihan :
Ø Aksi – Reaksi
Aksi reaksi adalah latihan Kumite menyerang dan bertahan.
Kesimpulan
Dari penjabaran diatas dapat disimpulkan bahwa Karate adalah cabang
olah raga beladiri dengan gerakan – gerakan kompleks dimana gerakan
tersebut melibatkan anggota tubuh secara keseluruhan. Dan Karate juga
membutuhkan komponen kondisi fisik pendukung seperti Kekuatan,
Kecepatan, Daya Tahan dll.
Sistem energi yang digunakan dalam Karate adalah sitem anaerobik yang
meliputi Adenosin Triposphat, Asam Laktat, dan juga Glikogen Otot.
jadi, jangan takut untuk berprestasi. Majulah GOKASIKU........
Tidak ada komentar:
Posting Komentar